بسم
الله الرحمن الرحيم
Boleh
jadi terkabulnya do’a tersebut tertunda. Boleh jadi pula Allah mengganti
permintaan tadi dengan yang lainnya dan pasti pilihan Allah adalah yang
terbaik.
Ayat
yang patut direnungkan ketika memanjatkan do’a adalah firman Allah Ta’ala,
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي
عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ
فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku
bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat.
Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku. Maka
hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al Baqarah: 186)
Diantara kesopanan dalam berdo’a dan menyebut asma Allah
Allah Swt berfirman (yang artinya):
“ Berdo’alah kepada
Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut, sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas“.(QS.Al-A’raaf: 55)
“ Dan sebutlah nama Tuhanmu
dalam hatimu dengan merendah diri dan rasa takut, dan
dengan tidak mengeraskan suara, diwaktu pagi dan petang,
dan janganlah kamu termasuk orang yang lalai“ (QS.Al-Araaf : 205)
firman Allah SWT. Yang artinya “Sesungguhnya
mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan)
perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada kami dengan harap dan
cemas. dan
mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada kami.” (QS. Al Anbiya : 90)
“Katakanlah Muhammad(kepada
mereka): “ Tuhanku mengetahui semua perkataan dilangit dan dibumi dan
Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui“ (QS.Al-Ambiyaa:4).
Rasulullah Saw bersabda
:
“ Hai semua manusia,
sayangilah dirimu, karena sesungguhnya kalian tidak memanggil (menyeru) kepada sesuatu
yang pekak / tuli atau jauh, sesungguhnya yang kamu
panggil atau seru itu sangat dekat dan Maha Mendengar, bahkan lebih dekat
kapada urat lehermu“ (H.R.Bukhari&Muslim dari Abu Musa Al-Asy’ari.ra.)
Sebagian
sahabat radhiyallahu ‘anhum berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ
رَبُّنَا قَرِيبٌ فَنُنَاجِيهِ ؟ أَوْ بَعِيدٌ فَنُنَادِيهِ ؟ فَأَنْزَلَ اللَّهُ
هَذِهِ الْآيَةَ
“Wahai
Rasulullah, apakah Rabb kami itu dekat sehingga kami cukup bersuara lirih
ketika berdo’a ataukah Rabb kami itu jauh sehingga kami menyerunya dengan suara
keras?”
Lantas Allah Ta’ala menurunkan ayat di atas. (Majmu’ Al Fatawa, 35/370)
Abul
‘Abbas Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Kedekatan yang dimaksud dalam ayat
ini adalah kedekatan Allah pada orang yang berdo’a (kedekatan yang sifatnya
khusus).” (Majmu’ Al Fatawa, 5/247)
Perlu
diketahui bahwa kedekatan Allah itu ada dua macam:
Kedekatan Allah yang umum dengan ilmu-Nya, ini berlaku pada setiap makhluk.
Kedekatan Allah yang khusus pada hamba-Nya dan seorang muslim yang berdo’a pada-Nya, yaitu Allah akan mengijabahi (mengabulkan) do’anya, menolongnya dan memberi taufik padanya. (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 87)
Kedekatan Allah yang umum dengan ilmu-Nya, ini berlaku pada setiap makhluk.
Kedekatan Allah yang khusus pada hamba-Nya dan seorang muslim yang berdo’a pada-Nya, yaitu Allah akan mengijabahi (mengabulkan) do’anya, menolongnya dan memberi taufik padanya. (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 87)
Kedekatan
Allah pada orang yang berdo’a adalah kedekatan yang khusus –pada macam yang
kedua- (bukan kedekatan yang sifatnya umum pada setiap orang). Allah begitu
dekat pada orang yang berdo’a dan yang beribadah pada-Nya. Sebagaimana
disebutkan dalam hadits pula bahwa tempat yang paling dekat antara seorang
hamba dengan Allah adalah ketika ia sujud. (Majmu’ Al Fatawa, 15/17)
Siapa
saja yang berdo’a pada Allah dengan menghadirkan hati dan penuh khusyu ketika berdo’a, menggunakan do’a yang ma’tsur
(dituntunkan), menjauhi hal-hal yang dapat menghalangi terkabulnya do’a
(seperti memakan makanan yang haram), maka niscaya Allah akan mengijabahi
do’anya. Terkhusus lagi jika ia melakukan sebab-sebab terkabulnya do’a dengan
tunduk pada perintah dan larangan Allah dengan perkataan dan perbuatan, juga
disertai dengan mengimaninya. (Tafsir Al Karimir Rahman, hal. 87)
Dengan
mengetahui hal ini seharusnya seseorang tidak meninggalkan berdo’a pada Rabbnya
yang tidak mungkin menyia-nyiakan do’a hamba-Nya. Pahamilah bahwa Allah
benar-benar begitu dekat dengan orang yang berdo’a, artinya akan mudah
mengabulkan do’a setiap hamba. Sehingga tidak pantas seorang hamba putus asa
dari janji Allah yang Maha Mengabulkan setiap do’a.
Ingatlah
pula bahwa do’a adalah sebab utama agar seseorang bisa meraih impian dan
harapannya. Sehingga janganlah merasa putus asa dalam berdo’a. Ibnul Qoyyim
rahimahullah berkata, “Do’a adalah sebab terkuat bagi seseorang agar bisa
selamat dari hal yang tidak ia sukai dan sebab utama meraih hal yang
diinginkan. Akan
tetapi pengaruh do’a pada setiap orang berbeda-beda. Ada yang do’anya berpengaruh begitu lemah karena sebab dirinya
sendiri.
Boleh jadi do’a itu adalah do’a yang tidak Allah sukai karena melampaui batas. Boleh jadi do’a tersebut
berpengaruh lemah karena hati hamba tersebut yang lemah dan tidak menghadirkan
hatinya atau tidak khusyu kala berdo’a. Boleh jadi pula karena adanya penghalang terkabulnya do’a dalam
dirinya seperti makan makanan haram, noda dosa dalam hatinya, hati yang selalu
lalai, nafsu syahwat yang menggejolak dan hati yang penuh kesia-siaan.” (Al
Jawaabul Kaafi, hal. 21). Ingatlah hadits dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ شَيْءٌ أَكْرَمَ
عَلَى اللَّهِ تَعَالَى مِنَ الدُّعَاءِ
“Tidak
ada sesuatu yang lebih besar pengaruhnya di sisi Allah Ta’ala selain do’a.” (HR. Tirmidzi no. 3370, Ibnu Majah
no. 3829, Ahmad 2/362. Jika memahami hal ini, maka gunakanlah do’a pada Allah
sebagai senjata untuk meraih harapan.
Penuh
yakinlah bahwa Allah akan kabulkan setiap do’a. Dari Abu Hurairah, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ
مُوقِنُونَ بِالإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لاَ يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ
قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ
“Berdoalah
kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah
tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai .” (HR. Tirmidzi no. 3479.
Lalu
pahamilah bahwa ada beberapa jalan Allah kabulkan do’a. Dari Abu Sa’id, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا
إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ
إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى
الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا
إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ « اللَّهُ أَكْثَرُ »
“Tidaklah
seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selama tidak mengandung dosa dan
memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya
tiga hal: [1] Allah akan segera mengabulkan do’anya, [2] Allah akan
menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan [3] Allah akan menghindarkan darinya
kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami
akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata,
“Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan do’a-do’a kalian.” (HR. Ahmad 3/18. Syaikh Syu’aib Al
Arnauth mengatakan bahwa sanadnya jayyid). Boleh jadi Allah menunda mengabulkan
do’a. Boleh jadi pula Allah mengganti keinginan kita dalam do’a dengan sesuatu
yang Allah anggap lebih baik. Atau boleh jadi pula Allah akan mengganti dengan
pahala di akhirat. Jadi do’a tidaklah sia-sia.
Ingatlah
wejangan yang amat menyejukkan hati dari cucu Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Al Hasan bin ‘Ali radhiyallahu ‘anhuma berkata,
من اتكل على حسن اختيار الله
له، لم يتمن شيئا. وهذا حد الوقوف على الرضى بما تصرف به القضاء
“Barangsiapa
yang bersandar kepada baiknya pilihan Allah untuknya maka dia tidak akan
mengangan-angankan sesuatu (selain keadaan yang Allah pilihkan untuknya).
Inilah batasan (sikap) selalu ridha (menerima) semua ketentuan takdir dalam
semua keadaan (yang Allah) berlakukan (bagi hamba-Nya)” (Lihat Siyaru A’laamin Nubalaa’
3/262 dan Al Bidaayah wan Nihaayah 8/39). Pilihan Allah itulah yang terbaik. Wallahu
waliyyut taufiq